Berapa lamakah kita hidup di dunia ini? Al-Qur’an
mengatakan bahwa ternyata manusia hidup di dunia hanya sebentar saja.
Allah bertanya: “Berapa
tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab : “Kami tinggal (di
bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang
menghitung.” Allah berfirman: “Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar
saja, kalau kamu benar-benar mengetahui.”
Al-Mu’minun (23)
: 112-114
Marilah kita ambil asumsi umur kita adalah seumur nabi
Muhammad SAW, yaitu 63 tahun. Dengan mengambil surat As-Sajadah ayat 5 yaitu
yang mengatakan satu hari di akhirat = 1000 tahun di dunia, maka umur kita
hanya 63/1000 hari akhirat. Betapa singkatnya!
Lalu untuk apa Allah memberi kita umur yang tidak
sampai sepersepuluh hari menurut perhitungan akhirat? Hal ini ternyata tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk menguji sejauh mana ketaatan kita pada aturan
main yang dibuatNya; yaitu agar menjadi jelas siapa yang akan menempati surga
dan siapa yang menjadi penghuni kekal di neraka. Cobalah bayangkan, bila
manusia diberi umur yang panjang, tentulah ia akan ‘menderita’ karena ujian
yang diterimanya pun menjadi lama. Hal ini ibarat meneritanya seorang mahasiswa
bila untuk menjadi sarjana ia harus menempuh kuliah selama 15 tahun atau lebih.
Karena hidup yang amat singkat ini, dan tidak ada
kemungkinan bagi kita untuk mengulanginya kembali, maka tentunya amat rugilah
orang-orang yang tidak mampu berperilaku hidup sebagaimana yang diinginkanNya.
Sabda Rasulullah SAW : “Sebaik-baik yang tertanam di dalam hati itu adalah keyakinan!” Adapun
yang menjadi bahan dasar terbentuknya keyakinan Ilahiyyah itu adalah ilmu.
Tanpa ilmu tidak akan lahir keyakinan. Agar ilmu menjadi suatu keyakinan, maka
ia harus digodok lebih lanjut dengan tafakur. Bila tidak, maka ilmu itu
hanyalah menjadi pengetahuan saja yang tidak cukup untuk menuntun kita
berperilaku Islami. Demikian pentingnya tafakur
ini sehingga Allah menghargainya dengan ganjaran yang sangat besar sekali,
sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.., “Bertafakur sejenak lebih baik daripada ibadah satu tahub!”
Paling sedikit ada 4 keyakinan yang merupakan kunci
untuk memudahkan kita dapat berperilaku hidup sesuai dengan aturan yang
dikehendakiNya, yaitu :
1. Keyakinan akan adanya akhirat
Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya.
Asy-Syams (91) : 9-10
Orang
yang haqqul yakin dengan adanya kehidupan akhirat, yaitu tempat dimana dia
harus mempertanggung jawabkan perilaku hidupnya sewaktu di dunia, pastilah akan
mempunyai akhlak yang baik. Karena, keyakinannya ini akan menjadi perisai bagi
dirinya untuk tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari yang ditentukan
Allah, seperti misalnya bersikap sombong, culas, zalim, kikir, dan lain
sebagainya.
Bagi
orang yang belum meyakini adanya akhirat, cobalah dipikirkan baik-baik hal ini:
Bukankah masih banyak orang-orang yang berbuat kebaikan yang belum mendapatkan
ganjaran kebaikannya secara sempurna? Bukankah sekian banyak pula orang-orang
yang melakukan kejahatan yang belum mendapatkan balasan atas kejahatannya?
Ataukah orang-orang yang
mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari azab kami?
Al-Ankabut (29) : 4
2. Keyakinan akan mati
Orang
yang mempunyai keyakinan yang tinggi bahwa dirinya suatu waktu akan mati, akan
terlindung dari sifat-sifat yang amat mencintai dunia. Karena sesungguhnyalah,
rusaknya akhlak manusia dimulai dengan rasa cinta yang berlebihan terhadap
dunia. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barangsiapa
mencintai dunia, maka Allah tidak akan menolongnya dalam hal apa pun. Disamping
itu, Allah akan menetapkan dalam hatinya empat hal: kesusahan yang
berkepanjangan, kesibukan yang tiada henti, kefakiran yang untuk selamanya, dan
angan-angan yang tidak ada batasnya.”
Al-Qur’an
yang mulia pun memperingatkan hal ini:
Maka janganlah sekali-kali
kehidupan dunia memperdayakanmu.
Lukman (31) : 33
Supaya
kecintaan yang berlebihan terhadap dunia ini, dapat dikendalikan, Rasulullah
SAW memberikan resepnya: “Perbanyaklah
mengingat hal yang dapat menghancurkan segala macam kelezatan.” Dalam
hadits lain dari Aisyah r.a : “Katanya,
ya Rasulullah, apakah ada orang yang dikumpulkan bersama syuhada di akhirat?
Kata Nabi: “ya ada, yaitu orang yang selalu mengingat mati dua puluh kali dalam
sehari” (Rawi : Baihaqi).
3. Keyakinan akan adanya setan
Orang
yang mempunyai keyakinan bahwa selama hidupnya di dunia ia akan selalu
digoda/dihasut oleh setan, baik itu setan
berasal dari bangsa manusia atau jin, maupun setan yang berasal dari perwujudan
nafsu jeleknya sendiri, maka hatinya akan selalu siap siaga untuk melawan
himbauan-himbauan sesat yang menghasut jiwanya agar membangkang pada aturan
main yang telah ditetapkanNya.
Sesungguhnya setan itu adalah
musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu.
Fathir (35) : 6
4. Keyakinan bahwa kehidupan dunia semata-mata hanya babak prakualifikasi
untuk menentukan tempat tinggal manusia di akhirat nanti.
Orang
yang mempunyai keyakinan bahwa hidup ini adalah semata-mata arena pengujian
bagi ketaatannya pada aturan main yang telah ditetapkan Sang Maha Pencipta, akan
mudah berperilaku sesuai keinginanNya, meskipun ia mengalami ujian demi ujian
dariNya. Fakta memang menunjukkan, bahwa kegagalan manusia dalam menghadapi
ujian Allah disebabkan ia tidak menyadari bahwa yang dihadapinya itu adalah
ujian!
Maha Suci Allah yang
ditanganNya lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.
Al-Mulk (67) : 1-2
Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya
akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.
Al-Ankabut (29) : 64
Keempat
keyakinan yang disebutkan di atas, hanya dapat bermanfaat bila kita mampu
menjadikannya sebagai keyakinan dengan derajat haqqul yakin. Untuk mencapai ini, caranya adalah dengan memperkaya
wawasan yang berkaitan dengan keempat hal tersebut, dan mentafakurinya secara
mendalam. Biasakanlah selalu berzikir, puasa sunah, dan shalat malam. Di samping
itu, harus menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat menipiskan
keyakinan terhadap 4 hal tersebut, seperti misalnya merasa kagum yang mendalam
dengan kesuksesan duniawi yang diraih seseorang sehingga membangkitkan ‘panjang angan-angan’ tenggelam dalam
sarana kehikmatan duniawi yang serbah ‘wah’,
bergunjing, dan lain sebagainya.
“Janganlah engkau memasuki
dunia yang dapat membahayakan akhiratmu, dan jangan pula meninggalkannya,
sehingga engkau minta-minta kepada orang lain.”
(Lukman Al-Hakim).